Sebagaimana prinsip ekonomi, terjadinya pertukaran perilaku yang dilangsungkan melalui proses interaksi sosial diasumsikan melibatkan biaya (cost) untuk mendapatkan ganjaran (reward) dari keberlangsungan hubungan pertukaran tersebut.
Gambar oleh www_slon_pics dari Pixabay |
Sebelum itu, perlu diingat kembali bahwa ketidakpuasan (deprivation) dan kejenuhan (satiation) dalam suatu hubungan pertukaran sangat mungkin terjadi. Deprivasi terjadi apabila suatu ganjaran yang serupa diterima dalam jangka waktu berdekatan. Misalnya, seseorang yang berhasil menjadi murid terbaik (cost) diberi hadiah mobil oleh ayahnya (reward 1), kemudian tidak lama berselang diberi hadiah sepeda oleh gurunya (reward 2), ganjaran yang diberikan gurunya tersebut menjadi tidak terlalu memuaskan karena kepuasannya telah diluapkan pada pemberian mobil dari Ayah (reward 1).
Sedangkan kejenuhan (satiation) adalah situasi di mana hadiah guru dan hadiah-hadiah yang diberikan orang lain setelahnya, menjadi tidak diinginkan lagi disebabkan efek berkurangnya kepuasan (deprivation) yang dihasilkan oleh jarak waktu pemberian reward yang saling berdekatan.
Berangkat dari penjelasan konsep deprivation dan satiation tersebut, dapat disimpulkan, bahwa besaran nilai suatu ganjaran ditentukan oleh intensitas kepuasan yang diperoleh dengan biaya dan waktu tertentu. Apabila seseorang memiliki biaya besar dan dapat memperoleh suatu ganjaran kapan saja dia inginkan, maka nilai kepentingan/urgensi suatu ganjaran menjadi berkurang. Hal ini lah yang kemudian melandasi munculnya prinsip kepentingan minimum.
Prinsip Kepentingan Minimum dan Asal Muasal Kekuasaan
Prinsip kepentingan minimum adalah kondisi di mana orang
yang memiliki kepentingan paling sedikit terhadap ganjaran—yang ditawarkan dalam suatu hubungan pertukaran—paling mampu menentukan situasi pertukaran. Prinsip
ini menghasilkan kekuasaan di tangan salah satu pihak yang berpartisipasi,
"Sebab dalam pertukaran (dengan situasi tersebut), seseorang memiliki kapasitas yang lebih besar
untuk memberi orang lain ganjaran ketimbang yang mampu diberikan orang itu
kepadanya" Homans dalam (Poloma, 1979).
Misalnya, pada kasus pacaran tidak berimbang antara artis dan orang biasa. Apabila seorang artis terkenal menjalin hubungan pacaran dengan orang biasa, maka prinsip kepentingan minimum berlaku pada artis terkenal tersebut. Artis terkenal tersebut tidak bergantung pada ganjaran yang dihasilkan oleh hubungan pacarannya tersebut. Sang artis, bisa saja bergonta-ganti hubungan yang sangat mungkin pada hubungan selanjutnya mendapatkan ganjaran yang lebih dari yang sebelumnya. Sebaliknya, orang biasa akan berusaha mati-matian untuk mempertahankan hubungan pacarannya tersebut disebabkan ganjaran yang dihasilkannya, seperti ketenaran, misalnya.
Di sini lah asal muasal kekuasaan, di mana salah satu pihak (orang biasa) bergantung terhadap ganjaran yang disediakan oleh pihak lainnya (Artis) melalui hubungan pertukarannya (pacaran) tersebut. Maka dari itu, sang Artis memperoleh kekuasaan dari ketergantungan pihak lain (orang biasa) tersebut atas ganjaran yang dikendalikannya. Dengan demikian, sang Artis memperoleh kepatuhan dari pasangannya yang hanya orang biasa dan dapat dengan leluasa mengatur jalannya suatu hubungan tanpa khawatir kehilangan suatu ganjaran.
Status: Diferensiasi Pelayanan (cost & reward) dan Keadilan Distributif
Pada kenyataannya, individu-individu yang ada di masyarakat memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan pengorbanan/pelayanan (cost) terhadap suatu hubungan. Oleh karena perbedaan kontribusi pengorbanan dalam suatu hubungan, maka setiap individu memperoleh ganjaran (reward) yang berbeda-beda pula berdasarkan tingkat dan jenis kontribusinya.
Cara-cara terkait bagaimana suatu ganjaran didistribusikan juga ditentukan oleh bagaimana jenis pelayanan/pengorbanan (biaya) diberi nilai berdasarkan kontribusinya terhadap tujuan hubungan pertukaran. Selain itu, besar kecilnya pemberian ganjaran terhadap jenis pelayanan/pengorbanan juga ditentukan oleh perbandingan secara umum terhadap ganjaran dari jenis pelayanan/pengorbanan yang sama atau mirip di masyarakat. Mekanisme-mekanisme pemberian ganjaran terhadap jenis-jenis pelayanan ini lah melahirkan keadilan yang bersifat distributif.
Keadilan distributif kemudian mempengaruhi keputusan seseorang dalam membangun suatu hubungan pertukaran—yang senantiasa mempertimbangkan tepatnya suatu distribusi biaya dan ganjaran tertentu. Dengan begitu, melalui keadilan distributif, mereka-mereka yang memiliki biaya (cost) lebih tinggi—dalam suatu hubungan pertukaran—menuntut perolehan ganjaran (reward) yang lebih tinggi pula.
Oleh karena itu, dalam suatu kelompok pertukaran, lahirnya status-status merupakan hasil dari keadilan distributif yang telah disepakati oleh anggota-anggota kelompok yang bersangkutan. Kesadaran bahwa beberapa anggota memiliki kontribusi lebih dari pada anggota lainnya—terhadap tujuan kelompok—mengakibatkan lahirnya pembedaan status secara hierarki di antara anggota kelompok. Umumnya, anggota yang mampu memberikan biaya yang paling besar terhadap suatu kelompok memiliki status yang lebih tinggi dengan ganjaran yang tinggi pula, seperti status ketua, misalnya. Meskipun begitu, hukuman yang lebih tinggi juga menanti mereka (status tinggi) yang gagal memberikan pelayanan sebagaimana statusnya dalam suatu kelompok.
Daftar Pustaka
Johnson, D. P. (1981). Sociological Theory Classical Founders and Contemporary Perspectives.
Poloma, M. M. (1979). Contemporary Sociological Theory.
Poloma, M. M. (1979). Contemporary Sociological Theory.