Apa yang anda amati pada orang lain — tindakannya, serta emosi dan pikiran yang bersembunyi di balik yang tampak — adalah adegan yang tela...

Menggadaikan Kebebasan Demi Panggung Sosial

Apa yang anda amati pada orang lain — tindakannya, serta emosi dan pikiran yang bersembunyi di balik yang tampak — adalah adegan yang telah dipersiapkan sejak manusia itu dilahirkan. Semua yang teramati dan termasuk pengamat itu sendiri — merupakan bagian dari adegan yang tengah berlangsung saat ini.
Kebebasan masyarakat
Image by John Hain from Pixabay 

Masyarakat Adalah Sutradaranya

Apa yang sedang anda pikirkan, anda rasa, dan anda perbuat — merepresentasikan panggung sosial seperti apa yang saat ini tengah anda mainkan. Apabila anda seorang mahasiswa — pikiran, rasa, dan tindakan anda terhubung pada tugas perkuliahan, dosen, dan IPK. Namun, anda tidak hanya seorang mahasiswa, anda adalah anak dari orangtua anda, dan anda juga merupakan anggota masyarakat pada umumnya. Artinya, pikiran, rasa, dan tindakan anda terhubung dengan panggung yang lebih besar, yaitu masyarakat.

Di atas panggung sandiwara, aktor memainkan perannya dengan mengikuti naskah yang telah diberikan sebelum aktor itu tampil. Tentunya, naskah tersebut berasal dari sutradaranya. Pada panggung yang sesungguhnya, naskah tersebut berasal dari nilai-nilai, norma, dan aturan yang melembaga di masyarakat. Aktor harus memainkan perannya dengan mengikuti naskah tersebut — yang diberikan sejak aktor itu lahir ke atas panggung. Dan tentunya, panggung itu adalah dunia sang aktor dari ia lahir hingga wafat.

Aktor itu Adalah Kita

Bagaimana aktor menjalankan praktik kehidupannya — telah dirumuskan di dalam naskah masyarakat. Apa yang sedang anda praktikan saat ini, tidak dapat dilepaskan dari kaidah-kaidah yang tanpa anda sadari telah menjadi acuan dalam pengambilan keputusan. Contoh, ketika anda memutuskan untuk makan menggunakan tangan kanan, keputusan anda sebenarnya mengacu kepada nilai-nilai yang terdapat di dalam suatu naskah masyarakat. Keberadaan naskah tersebut, lebih tegasnya, terimplementasikan ke dalam status/ kedudukan sosial — melalui role of expectation yang melekat padanya.

Misalnya, apabila anda berstatus mahasiswa, maka anda diharapkan jauh lebih pintar dan lebih dewasa dari anak SD. Jika anda kalah dengan anak SD secara umum, maka status anda sebagai mahasiswa diragukan. Begitupula dengan status prof yang melekat pada diri seseorang, maka, seseorang itu harus dapat mempertanggungjawabkan status/ kedudukannya tersebut seusai role of expectation yang melekat pada status prof. Apabila peran yang anda lakukan tidak sesuai dengan role of expectation, maka kedudukan sosial anda akan dipertanyakan kredibilitasnya.

Saat anda menyadari perihal status yang anda miliki, peran, beserta hak dan tanggungjawabnya, maka anda dapat dinyatakan sebagai aktor sosial seutuhnya. Artinya, anda dianggap dapat memahami dan menanggung konsekuensi berhasil atau gagalnya dalam menjalankan peran.

Kebebasan yang Tergadaikan

Di balik setiap peran yang anda mainkan terdapat kebebasan yang harus anda gadaikan kepada sang sutradara. Saya tidak mengatakan itu buruk, namun, itu bisa menjadi lebih buruk dari apa yang sanggup anda bayangkan. Misalnya, ketika masyarakat berubah menjadi sangat pragmatis, maka aktor dengan indealisme yang tinggi harus mengorbankan idealismenya — jika tidak, ia akan tersingkir dari kontestasi panggung sosial. Kalau idealisme itu hanya menyangkut politik — tentunya dapat direlakan, namun, bagaimana jika idealisme itu menyangkut agama?

0 komentar: