Secara sederhana, berpikir dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas yang terjadi di dalam otak yang dimaksudkan (serangkaian aktivitas tersebut) untuk memecahkan suatu masalah. Lalu, apa yang terjadi jika tidak tersisa lagi permasalahan yang harus dipecahkan? Apakah manusia akan berhenti berpikir?
Gambar oleh Comfreak dari Pixabay |
Pada dasarnya, berpikir adalah instrumen/alat pemecah masalah. Sebagai alat, tentunya, aktivitas berpikir serta pemikiran itu sendiri tidak inheren dengan kesadaran jiwa manusia—terdapat jarak yang memisahkan keduanya. Meskipun demikian, berpikir adalah tangan kanan terloyal yang dimiliki oleh kesadaran jiwa manusia. Dengan begitu, berpikir adalah instrumen yang paling mungkin dan pasti merepresentasikan—sedikit-banyak—eksistensi manusia. Tidak mengherankan jika diktum "aku berpikir maka aku ada" begitu populer hingga dewasa ini,
Kenapa berpikir begitu istimewa daripada merasa? Dalam pandangan penulis, terdapat perbedaan mendasar antara berpikir dan merasa. Berpikir adalah aktivitas kesadaran jiwa yang melahirkan pemikiran, sedangkan merasa bukanlah aktivitas sadar, melainkan, aktivitas yang distimulasikan oleh alam bawah sadar—kemudian mengaktifkan reaksi kimia yang berhubungan dengan kemunculan emosi/perasaan manusia. Perbedaan ini menunjukan bahwa berpikir adalah aktivitas yang istimewa bagi eksistensi manusia, sedangkan merasa, tidak.
Kenapa Kita Berpikir
Tujuan manusia berpikir adalah agar manusia itu berhenti berpikir. Misalnya, apabila kita memikirkan masalah x dan dapat menyelesaikannya, maka kita akan berhenti memikirkan masalah x. Dalam konteks yang lebih luas, yaitu masyarakat, fungsi mekanisme penyelesaian masalah oleh aktivitas berpikir digantikan dengan aktivitas sistem. Misalnya, institusi pendidikan seperti sekolah, menyelesaikan permasalahan orangtua terkait mendidik anak. Lainnya, institusi ekonomi seperti pasar, menyelesaikan permasalahan masyarakat terkait konsumsi.
Lebih daripada itu, terdapat struktur sosial yang dianggap mapan dalam memfasilitasi mekanisme penyelesaian permasalahan manusia secara umum. Segala sesuatu—nilai, norma, aturan, kebiasaan—yang diterima begitu saja tanpa dipermasalahkan oleh pikiran adalah bukti telah tergantikannya aktivitas berpikir manusia oleh sistem yang ada. Dalam menjalani rutinitas, hampir semuanya, manusia mengandalkan sistem yang ada tanpa berpikir dan mempertanyakannya kembali. Sehingga, hampir semua manusia bertindak secara otomatis menggunakan mode auto-pilot.
Kapan sistem dipertanyakan dengan aktivitas berpikir? Berpikir dan mempertanyakan sistem muncul apabila sistem yang dianggap mapan, dalam kenyataannya, tidak dapat menyelesaikan persoalan manusia—sebagian atau keseluruhan. Misalnya, kenapa kita makan dengan tangan kanan? Sebagian orang yang tidak bisa menggunakan tangan kanan akan berpikir dan mempertanyakan sistem norma yang sudah mapan tersebut. Kenapa kita bersekolah? Sebagian orang yang kesulitan untuk bersekolah atau mendapatkan hasil yang tidak memuaskan dari sekolah, tentunya, akan berpikir dan mempertanyakan kembali alasan bersekolah tersebut.
Pada kenyataannya, sistem buatan manusia tidak pernah sanggup menyelesaikan semua permasalahan manusia—baik terhadap sekelompok manusia atau semua manusia. Alasan pertama yang sangat mendasar adalah kelemahan manusia dalam menerjemahkan permasalahan secara jernih dan akurat. Sehingga, solusi yang dihasilkan oleh kegiatan berpikir manusia cenderung rapuh. Kedua, manusia adalah makhluk eksistensial yang senantiasa bertujuan untuk kemapanan eksistensinya. Sehingga, solusi yang dihasilkan selalu ditujukan untuk dirinya yang utama. Ketiga, manusia adalah makhluk relasional yang kebermaknaan dirinya senantiasa dipertaruhkan oleh kekuatan relasinya. Sehingga, solusi yang dihasilkan sangat sulit bebas nilai.
Dari kenyataan itu semua, maka tidak dapat dipungkiri bahwa sistem yang dibuat oleh manusia mustahil dapat bekerja secara adil. Oleh karena ketidakadilan sistem itu, manusia senantiasa berpikir untuk memperbaikinya, memperbaikinya, dan terus memperbaikinya. Sehingga, apakah manusia akan berhenti berpikir? Jawabannya, manusia tidak dapat berhenti berpikir.
0 komentar: