Kita semua pasti pernah kagum terhadap seseorang, entah itu karena kekayaannya, parasnya, keahliannya, atau jabatannya. Namun, pernahkah k...

Kehormatan Sosial VS Kehormatan Personal

Kita semua pasti pernah kagum terhadap seseorang, entah itu karena kekayaannya, parasnya, keahliannya, atau jabatannya. Namun, pernahkah kita bertanya dari mana sumber kekaguman tersebut? Sebagaimana barang yang konkret, kekaguman yang abstrak pun tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan ada unsur-unsur pembentuknya. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas bagaimana kekaguman itu diproduksi dan direproduksi di dalam masyarakat dan di luar masyarakat.
Prestise dan Karismatik
Gambar oleh S. Hermann & F. Richter dari Pixabay

Kelangkaan dan Kapasitas

Kelangkaan merupakan unsur pertama pembentuk kekaguman/ kehormatan/ prestise di masyarakat. Situasi kelangkaan dapat terjadi apabila suatu barang atau jasa/pelayanan diperebutkan oleh banyak orang sehingga ia menjadi sulit didapat, dan kelangkaan juga dapat terjadi apabila barang atau jasa itu memang sudah terbatas keberadaannya di alam. Objek kelangkaan tidak memiliki prestise dengan sendirinya, melainkan harus terikat dengan kapasitas pelayanan yang dapat diberikan oleh objek kelangkaan tersebut. 

Objek kelangkaan yang memiliki kapasitas pelayanan juga tidak serta-merta menghasilkan prestise di masyarakat. Kelangkaan dan kapasitas pelayanan itu harus memiliki signifikansi terhadap kebutuhan pasar. Apa itu kebutuhan pasar? Yakni kebutuhan yang dihasilkan oleh sejumlah besar permintaan masyarakat terhadap suatu barang dan jasa. Semakin besar permintaan akan kebutuhan barang dan jasa, maka akan semakin signifikan pengaruh keberadaan barang dan jasa tersebut di masyarakat. 

Perkawinan antara kelangkaan dan kapasitas pelayanan tersebut meghasilkan pendistribusian kepemilikan yang tidak merata. Masyarakat membutuhkan dan memperebutkan pelayanan jasa atau barang yang langka, maka penyedia layanan tersebut memiliki pilihan atas bagaimana ia mendistribusikan pelayanannya itu ke masyarakat. Penyedia layanan bisa saja mendistribusikan pelayanan dengan mempertukarkannya terhadap pelayanan ekonomi (uang & modal), atau pelayanan sosial (teman & pasangan), atau pelayanan politik (kedudukan & kekuasaan), dan bisa saja ke bentuk pelayanan-pelayanan lainnya yang tersedia di masyarakat.

Karena penyedia layanan memiliki pelayanan yang langka dan dibutuhkan masyarakat, maka masyarakat mau tidak mau mengikuti pilihan aturan main penyedia layanan langka tersebut. Kepatuhan terhadap aturan main yang ditentukan oleh satu pihak itulah yang disebut dengan hubungan pertukaran tidak seimbang. Pertukaran tidak seimbang ini menghasilkan kekuasaan—yang diproduksi dan dipertahankan oleh ketergantungan akan kebutuhan pelayanan.

Uang Sebagai Alat Pelayanan Transformatif

Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa kekuasaan muncul dari kebutuhan akan pelayanan yang langka dan hanya dimiliki atau dikendalikan oleh segelintir orang. Namun, distribusi pelayanan tersebut menjadi tidak efektif dan efisien apabila tidak adanya institusi yang melembagakan alat pelayanan unniversal. Universalitas alat pelayanan dibutuhkan untuk menjembatani segala bentuk pelayanan-pelayanan yang tersedia di masyarakat. Oleh karena itu masyarakat kemudian menetapkan alat pelayanan universal yang kita kenal dengan nama uang.

Uang merupakan wujud pelayanan fleksibel yang disepakati masyarakat. Uang memiliki kemampuan untuk mengkuantitatifkan segala bentuk pelayanan yang tersedia di masyarakat—dari yang paling mudah ditemui hingga yang paling langka. Dengan begitu, uang melambangkan kekuasaan atas kemampuannya untuk memperoleh pelayanan-pelayanan yang tersedia di masyarakat. Walaupun beigitu, uang tidak selalu menjanjikan terjadinya pertukaran langsung. Terkadang uang harus dikonversikan beberapa kali agar dapat dipertukarkan dengan pelayanan yang diinginkan—biasanya pelayanan ini bersifat abstrak seperti moral, cinta, dsb.

Kekuasaan pada uang semakin signifikan pada konteks kebudayaan material, yakni kebudayaan yang memfasilitasi kehidupan manunsia dengan materi sebagai mesin penggeraknya. Kita hanya tertarik dengan nilai sejauh itu menguntungkan secara ekonomi, dan jika tidak menguntungkan, maka kita cenderung memilih sikap pragmatis. Dengan demikian, kekuasaan pada uang dapat melampaui kekuasaan pada nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Sehingga tidak mengherankan apabila uang dapat membeli kebaikan, keramahan, hingga loyalitas.

Kehormatan Sosial (Prestise)

Kehormatan sosial atau prestise adalah bentuk-bentuk penghargaan yang diproduksi di masyarakat. Prestise lahir apabila seseorang dapat menampilkan lambang-lambang kekuasaan, baik yang universal yaitu uang secara terang-terangan, atau yang segmental seperti pakaian, kendaraan, dan rutinitas manusia itu sendiri. Prestise bukanlah atribut tunggal dengan pembedaan biner yang ditentukan oleh satu faktor dengan dikotomi ada atau tidak ada. Melainkan prestise adalah atribut plural dengan spektrum luas yang ditentukan dengan berbagai faktor dari spektrum rendah hingga tinggi.

Meskipun demikian, penulis memahami bahwa faktor ekonomi dominan di masyarakat dan digunakan sebagai standar prestise pada umumnya. Dengan begitu, tidak berlebihan apabila menyebut ekonomi sebagai basis utama yang memproduksi prestise di masyarakat. Dengan uang kita memperoleh kesempatan untuk membeli pelayanan-pelayanan yang langka dan terbatas di masyarakat. Semakin langka dan eksklusif suatu pelayanan maka semakin besar pula uang yang harus dipertukarkan. Baik disadari atau tidak uang merepresentasikan kekuasaan seseorang dalam memperoleh pelayanan-pelayanan yang tersedia di masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemberian prestise terhadap kekayaan memiliki dasar-dasar yang kuat dan rasional.

Uang tentunya bukan satu-satunya cara untuk memperoleh prestise di masyarakat. Selain uang, terdapat atribut-atribut sosial lainnya yang memiliki prestise namun tidak disandarkan atas ekonomi. Misalnya, status keagamaan dan moralitas seseorang. Ustad dihargai dimasyarakat karena ilmu agamanya, bukan karena kekayaannya. Begitupula kebaikan dan keramahan seseorang yang memiliki prestise walaupun hanya berlaku secara relasional. Tentunya, prestise tersebut diproduksi karena masyarakat memandang keberadaan atribut sosial itu memberikan pelayanan yang langka dan dibutuhkan. Seandainya semua orang menjadi baik dan ramah, atau banyak orang bisa menjadi ustad, maka prestise di masyarakat akan berkurang bahkan tidak ada.

Kehormatan Personal (Kharisma)

Lain halnya dengan prestise yang diproduksi di dalam tatanan masyarakat. Kehormatan personal atau kharisma diproduksi oleh personalitas individual. Walaupun begitu, kemunculan kharisma juga ditentukan oleh signifikansinya terhadap kebutuhan masyarakat. Kharisma menyangkut karakteristik istimewa yang dialami dan dimiliki oleh individu dan dengan keistimewaannya itu ia memperoleh penghormatan di masyarakat. 

Karaktersitik istimewa ini diperoleh melalui jalur-jalur individual dan hanya orang-orang tertentu yang sanggup memperolehnya. Keistimewaan ini tidak dapat dipertukarkan dengan jenis pelayanan apapun yang tersedia di masyarakat. Oleh karena keistimewaannya hanya melekat pada individu-individu khusus, tokoh kharismatik lebih dipandang melalui personalitasnya ketimbang prestise yang dimilikinya. 

Misalnya, ditengah kekacauan masyarakat yang dipenuhi ketidakadilan dan penderitaan, maka kharisma hadir melalui individu yang memiliki kemampuan istimewa untuk menyelesaikan semua kekacauan, ketidakadilan, dan penindasan di masyarakat. Kemampuan itu tentunya tidak diproduksi secara struktural, melainkan diproduksi melalui personalitas individu tersebut. Kalau ia diproduksi secara struktural, tentunya tidak hanya satu individu yang memiliki keistimewaan tersebut, namun akan banyak individu lainnya yang memiliki keistimewaan yang sama. 

Seandainya prestise yang melekat pada individu kharismatik itu hilang, seperti kekayaan dan status sosialnya, sekalipun ia menjadi sangat lemah dan miskin, individu kharismatik tersebut tetap terpandang. Keistimewaan individu kharismatik tersebut mungkin akan luntur dan tidak lagi signifikan dengan kebutuhan masyarakat, akan tetapi, karena masyarakat mengerti bahwa keistimewaan itu dihadirkan oleh personalitasnya, maka penghargaan kharisma itu cenderung abadi.

0 komentar: