Umumnya kita mengetahui bahwa terdapat dua jenis kelamin, yaitu perempuan dan laki-laki. Namun, pada beberapa kasus kelahiran terdapat fenomena ambiguitas jenis kelamin, sehingga sulit dikategorikan sebagai laki-laki atau perempuan. Fenomena ini kemudian dikenal dengan istilah interseks. Karena keunikannya, interseks dijadikan sebagai salah satu subjek pembahasan yang cukup menarik dalam menyoalkan gender — yang kita tahu umumnya hanya terdapat dua gender, yaitu perempuan dan laki-laki — yang kemudian memunculkan pertanyaan, gender seperti apa yang cocok dilekatkan kepada interseks?
Gambar oleh John Hain dari Pixabay |
Perbedaan Seks dan Gender
Untuk menjawab pertanyaan sebelumya, terlebih dahulu kita harus memahami apa perbedaan seks dan gender. Sederhanannya, gender adalah penugasan sosial yang dilekatkan kepada seks/jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Sedangkan seks itu sendiri adalah karakteristik biologis yang didasari pada perbedaan
kromosom, struktur seksual eksternal dan internal, produksi hormon, dan
perbedaan fisiologis lainnya yang menyangkut fungsi reproduksi manusia. Kemudian, perbedaan-perbedaan yang tampak secara fisik disebut dengan istilah dimorfisme seksual.
Menurut para ahli, Kessler dan McKenna dalam (Wharton, 2005) gender dipandang sebagai aspek psikologis, sosial, dan budaya dari kejantanan dan keperempuanan. Gender mewakili karakteristik yang diambil oleh pria dan wanita ketika mereka menghadapi kehidupan sosial dan budaya melalui sosialisasi (Wharton, 2005). Menurut (Lindsey, 2016) seks membuat kita sebagai pria atau wanita; gender membuat kita maskulin atau feminin. Seks adalah status yang diberikan saat seseorang dilahirkan dengan itu, tetapi gender adalah status yang dicapai karena harus dipelajari (Lindsey, 2016).
Tiga ciri definisi gender menurut (Wharton, 2005):
- 1) Gender sebagai proses yang terus berlangsung, dan bukan sebagai ketetapan mutlak/ final. Gender terus diproduksi dan direproduksi di masyarakat.
- 2) Gender bukan hanya terjadi pada karakteristik individu, tetapi juga terjadi di semua tingkatan struktur sosial. Pemahaman ini memungkinkan kita untuk mengeksplorasi bagaimana proses sosial, seperti interaksi dan institusi sosial, bekerja mewujudkan dan mereproduksi gender.
- 3) Gender mengacu pada pentingnya dalam mengatur hubungan yang timpang antara laki-laki dan perempuan
Pandangan yang lebih mendalam mengenai gender dituangkan melalui tiga pendekatan, yaitu individualis, interaksionis, dan institusional. Ketiga pendekatan tersebut berusaha menjelaskan fenomena gender dengan penekanan yang berbeda. Individualis menekankan pemahaman gender sebagai atribut individu, interaksionis menekankan gender sebagai atribut relasional-kontekstual, sedangkan institusional menekankan gender sebagai atribut masyarakat atau struktur sosial.
Sosiologi Menjawab Gender Interseksual
Interseksual sebagaimana telah dijelaskan merupakan ambiguisitas jenis kelamin. Menurut Wharton (2005) ketika
teknologi medis telah menjadi lebih canggih, interseksualitas didefinisikan sebagai kondisi yang memerlukan intervensi medis. Menurut Kessler dalam Wharton (2005) interseksualitas didefinisikan sebagai cacat lahir yang dapat diperbaiki. Dengan begitu, teknologi medis berperan untuk menyediakan alat kelamin normal yang cocok pada bayi interseks.
Perbincangan interseksual memunculkan perdebatan serius mengenai keberadaan aksioma-aksioma yang jarang bahkan hampir tidak pernah dipertanyakan. Misalnya, aksioma yang menyatakan bahwa hanya terdapat dua jenis gender, dan alat
kelamin adalah simbol utama dari gender. Kedua aksioma tersebut dipertanyakan kembali kebenarannya, khususnya terkait bagaimana interseksual dapat dikategorisasikan ke dalam gender-gender tersebut.
Persoalan interseksualitas tersebut menghadirkan spektrum pemahaman yang saling berseberangan mengenai gender itu sendiri. Menurut Lorber dalam (Wharton, 2005) di satu ujung spektrum adalah mereka yang percaya bahwa gender tidak didasarkan pada realitas biologis atau genetis apa pun. Pandangan ini berpendapat bahwa gender mendasari munculnya perbedaan berdasarkan jenis kelamin. Alih-alih biologis atau genetik, proses sosial menurut pandangan ini adalah kunci utama untuk memahami gender itu sendiri.
Di sisi lain dari debat ini menurut Rossi & Udry dalam (Wharton, 2005) adalah para sosiolog yang menekankan cara-cara di mana biologi menetapkan batas pada apa pengaruh masyarakat dapat dicapai. Perspektif ini disebut sebagai biososial — pandangan yang memperlakukan seks sebagai realitas objektif — yang menghasilkan perbedaan nyata
antara laki-laki dan perempuan yang berakar pada fisiologi, anatomi, dan
genetika manusia (Wharton, 2005). Seperti kebanyakan sosiolog, Wharton (2005) percaya bahwa dunia biologis dan sosial saling bergantung dan saling berpengaruh.
Kedua spektrum tersebut menawarkan cara yang berbeda dalam memahami gender — yang menurut penulis dapat digunakan untuk memahami posisi gender interseksualitas. Pada spektrum pertama, pemahaman terhadap gender menghasilkan bagaimana jenis kelamin dibedakan dan dipraktikan secara sosial. Hasilnya, interseksualitas dapat dikategorisasikan sebagai gender lain (selain perempuan/laki-laki) yang keberadaan identitasnya hanya menuntut konsesus sosial.
Pada spektrum yang kedua, pemahaman terhadap gender dibatasi oleh perbedaan jenis kelamin. Hasilnya, interseksualitas tidak dapat mengkategorisasikan keberadaan identitasnya kepada selain laki-laki dan perempuan. Dengan begitu, gender interseksualitas menjadi tidak mungkin hadir di masyarakat. Dari kedua spektrum tersebut dapat disimpulkan, bahwa gender interseks hanya mungkin muncul apabila pemahaman terhadap gender tidak dibatasi oleh pembedaan biner jenis kelamin.
Kesimpulan
Pada poin penutup ini, penulis menarik kesimpulan secara luas, bahwa — gender, apapun bentuk pemahamannya, tidak terlalu signifikan pada konteks masyarakat kapitalis yang melembagakan prestise pada kekayaan — yang mana merupakan basis dari pada kelas-kelas sosial. Apabila kamu adalah kalangan kelas atas, orang-orang mungkin dapat sama sekali tidak peduli dengan gender mu, sebaliknya, apabila kamu bukan dari kalangan kelas atas, maka orang-orang menjadi begitu sensitif terhadap gender bahkan terhadap cara bicara mu.
Daftar Pustaka
Lindsey, L. L. (2016). Gender
Roles: A Sociological Perspective (Sixth Edit). Routledge.
Wharton, A. S. (2005). The
Sociology of Gender: An Introduction to Theory and Research. Blackwell
Publishing.
0 komentar: