Penindasan bukanlah fenomena yang muncul begitu saja di masyarakat. Penindasan lahir sebagai konsekuensi ketidakmerataan distribusi sumber...

Pengetahuan Dan Penindasan Modern

Penindasan bukanlah fenomena yang muncul begitu saja di masyarakat. Penindasan lahir sebagai konsekuensi ketidakmerataan distribusi sumber daya di masyarakat. Ketidakmerataan distribusi sumber daya tersebut mengakibatkan individu saling bergantung dengan individu lainnya — menciptakan hubungan keterikatan yang didasari oleh ketergantungan pertukaran sumber daya. Ketidakberdayaan individu-individu untuk mengelola sumber daya secara mandiri — pada gilirannya akan memaksa lahirnya sarana pengorganisasian (institusi) di masyarakat yang berfungsi memfasilitasi semua pertukaran sumber daya tersebut.
Pengetahuan dan Penindasan
Gambar oleh FelixMittermeier dari Pixabay

Ketidakberdayaan dan Kekuasaan

Kenyataannya, manusia tidak dapat melayani kebutuhan dirinya secara mandiri. Manusia membutuhkan pelayanan-pelayanan yang berasal dari luar dirinya — mulai dari yang konkret, seperti bahan makanan, listrik, dsb — hingga yang abstrak, yaitu moral, pengetahuan, dsb. Kebutuhan akan pelayanan tersebut mendasari terciptanya ketergantungan individu dengan pelayanan yang disediakan oleh 'individu lain' di luar dirinya. Sebagai gantinya, 'individu lain' juga menuntut pelayanan balik dari kita — dalam bentuk materi ataupun non-materi sebagai biaya atas pelayanannya tersebut.

Ketergantungan individu oleh pelayanan 'individu lain' menyebabkan individu kehilangan kekuasaannya dan harus berbagi kekuasaan dengan 'individu lain'. Individu-individu tersebut, mau tidak mau, harus membuat kesepakatan bersama untuk mengatur pertukaran pelayanan yang senantiasa melibatkan mereka. Kesepakatan bersama inilah yang kemudian digunakan individu sebagai sarana dalam memfasilitasi kepentingannya terhadap pertukaran sumber daya.

Tentu kita tidak boleh terpaku bahwa kesepakatan/ konsesus bersama itu hanyalah untuk transaksi ekonomi. Lebih luas dari itu, konsesus bersama itu juga dihadirkan untuk mengatur transaksi sosial, seperti dalam hubungan relasional hingga distribusi sumber daya kekuasaan. Distribusi sumber daya kekuasaan inilah yang menjadi kunci pembahasan untuk mengungkap bagaimana penindasan modern justru lahir dari pengetahuan yang diproduksi di masyarakat.

Pernahkah anda bertanya dari mana sumber kekuasaan itu? Dan kenapa kita menaatinya? Kekuasaan sebagaimana barang langka, ia diakui dan ditaati karena mampu memberikan pelayanan yang bermanfaat terhadap banyak individu. Pelayanan yang diberikan kekuasaan adalah mengamankan setiap pertukaran pelayanan yang berlangsung di masyarakat. Bentuk pengamanan tersebut adalah pemberian hukuman bagi individu-individu yang melanggar konsesus di masyarakat. Konsesus yang diakui bersama inilah merupakan sumber kekuasaan di masyarakat — dan pada gilirannya kekuasaaan juga berfungsi untuk melestarikan konsesus itu sendiri.

Pengetahuan dan Stimulus Tindakan

Kekuasaan yang ada dalam maksud penulis tidak sebatas otoritas legal yang dilembagakan melalui institusi negara. Melainkan, kekuasaan adalah semua stimulus yang dapat memengaruhi orientasi tindakan seseorang. Stimulus itu tidak hanya diproduksi secara sosial, melainkan juga diproduksi secara personal. Namun, pada tulisan ini penulis membatasi pembahasan pada stimulus yang diproduksi secara sosial, yaitu pengetahuan.

Pengetahuan merupakan stimulus tindakan yang kebanyakan tidak disadari oleh individu. Individu menghiraukan pengetahuan karena dianggapnya pengetahuan itu adalah alat yang netral, yang bisa digunakan dan diletakkan kapan saja. Alih-alih pengetahuan itu digunakan sebagai senjata dalam merumuskan tindakan individu, justru pengetahuan itu meng-objektifikasi tindakan individu. Apa maksudnya? Pengetahuan secara tidak sengaja telah mengkotak-kotakan tindakan individu, hingga semakin lama, dapat dengan mudah diprediksi dan dimanipulasi.

Sejalan dengan fungsinya, pengetahuan memanglah dapat memberikan pelayanan yang menguntungkan atau rasional. Karena pelayanannya tersebut, pengetahuan memperoleh kedudukan yang mapan, yang diakui, dan kemudian diabsolutkan sebagai cara mutlak dalam bertindak. Kemapanannya tersebut, bahkan, menjadi suatu rezim yang digunakan untuk menghukumi setiap tindakan individu ke dalam penilaian hierarkis — seperti benar-salah, pintar-bodoh, baik-buruk, dsb. 

Penghukuman oleh rezim pengetahuan tersebut alih-alih berupaya menyelamatkan manusia dari kebutaan pikiran, justru membutakan pikiran manusia agar senantiasa patuh dan menggadaikan kebebasan tindakkannya. Melalui rezim pengetahuan, tindakan manusia kini sedang tersentralisasi atau terseragamkan. Penyeragaman ini tidak hanya berdampak pada orientasi tindakan individu, melainkan juga berdampak pada keseragaman epistemologis masyarakat.

Pengetahuan Dan Kekuasaan

Memang, penulis tidak memungkiri manfaat dari pengetahuan dan rezim pengetahuan itu sendiri. Penulis pun tidak menyalahkan mereka yang patuh, karena memang, pada dasarnya hal itu rasional dan menguntungkan individu. Namun, sebagaimana telah dijelaskan bahwa pengetahuan tidaklah netral. Pengetahuan diproduksi dalam tatanan sosial, melalui institusi pendidikan formal dan non-formal. Institusi pendidikan dioperasikan oleh agen-agen yang masing-masing memiliki kepentingan di dalamnya. 

Kepentingan agen ini, paling tidak untuk mengamankan pelayanan yang mereka peroleh, seperti gaji dan kedudukannya dalam institusi tersebut. Namun terlalu naif jika kita mendefinisikan kepentingan agen sebatas tanggung jawab formalnya. Agen dalam institusi pendidikan pastinya sadar bahwa terdapat signifikansi yang begitu besar atas sumber daya yang sedang dikendalikannya. Pengetahuan memiliki signifikansi langsung terhadap orientasi tindakan individu — dan kita harus terus mencurigai bahwa signifikansinya tersebut telah dimanipulasi untuk memberikan pelayanan tersembunyi terhadap kepentingan kelas-kelas tertentu.

Kecurigaan ini tentunya didasari oleh terdapatnya potensi untuk mengeksploitasi signifikansi pengetahuan terhadap orientasi tindakan individu untuk kepentingan tertentu. Dengan begitu, pengetahuan yang seharusnya membebaskan manusia dari belenggu kebodohan, namun, di sisi lain juga berpotensi memenjarakan manusia dalam belenggu kepentingan kelas atas.

Pengetahuan Dan Penindasan Modern

Penindasan modern, alih-alih menggunakan cara tradisional seperti kekerasan, paksaan, dan tekanan untuk menghasilkan kepatuhan, penindasan modern justru menggunakan pengetahuan-pengetahuan yang tersebar untuk menghasilkan kepatuhan di masyarakat. Pengetahuan tidaklah netral, melainkan sarat akan kepentingan-kepentingan, terutama terkait kepentingan kelas. Karena signifikansinya yang begitu kuat terhadap orientasi tindakan individu, pengetahuan justru menjadi sarana yang efektif untuk menghasilkan kepatuhan masyarakat.

Tanpa kita sadari, pengetahuan yang kita gunakan sehari-hari justru telah mencabik-cabik kebebasan kita dalam bertindak. Jikalau kebebasan itu digadaikan untuk mewujudkan kepentingannya sendiri, tentu tidak masalah. Namun, bagaimana jika kebebasan yang telah kita gadaikan itu justru ditunggangi oleh kepentingan pihak lain? Dan cakupan penggadaian kebebasan tersebut tidak hanya pada satu atau dua individu, melainkan mencakup masyarakat! Bagaimana jika pengetahuan yang dimiliki masyarakat ternyata diproduksi dengan motif-motif tersembunyi? Ini sangat berbahaya!

Hanya karena pelayanan yang diberikan pengetahuan sama-sama memberikan keuntungan, bukan berarti hal itu menjadi pembenaran untuk melakukan eksploitasi terselubung atas fenomena pertukaran pelayanan tersebut. Individu harus menyadari sepenuhnya konsekuensi kepatuhannya terhadap pengetahuan tersebut — mulai dari manfaatnya, hingga implikasinya terhadap situasi pasar. Jika kesadaran individu justru dijauhkan dari situasi pasar, maka penindasan modern sedang terjadi! Kenaifan anda dalam memandang pengetahuan adalah komoditasnya.

0 komentar: