Menepinya moral dalam kehidupan manusia merupakan bukti telah melemahnya legitimasi atas keberadaan spritualistik. Saat ini, ekspresi tindakan manusia tidak lagi memesonakan kehidupan dunia. Sebagai gantinya, rasionalitas kini menjadi aktor utama yang malah berperan memenjarakan kehidupan manusia.
Image by Free-Photos from Pixabay |
Pemahaman kita tentang dunia tidak bisa dilepaskan dari apa yang kita alami selama hidup. Apa yang aku dan yang kalian alami tidaklah mungkin sama persis, dan sudah semestinya kita menghasilkan pemahaman yang berbeda tentang dunia. Perbedaan pemahaman tentang dunia kini sedang diakhiri oleh globalisasi dan sentralisasi. Ranah heterogenitas semakin menyempit, yang tersisa hanyalah simbol dan identitas kosong yang terselip di cetakan kertas.
Rasionalitas mentransformasikan tindakan manusia ke dalam kerangka kerja mesin, yang senantiasa diefisiensikan dan diefektifkan. Tindakan manusia tidak lagi merepresentasikan kebutuhan moral atau cita-cita ideologis, melainkan merepresentasikan ambisi kapitalis dalam mengeksploitasi dunia. Melalui globalisasi ambisi-ambisi itu disalurkan hingga kepelosok dunia.
Tidak berhenti sampai situ, para kapitalis menggencarkan wacana modernitas sebagai dunia yang ideal bagi kehidupan manusia. Masyarakat yang menolak modernitas dilabeli sebagai masyarakat primitif yang dikonotasikan tidak beradab dan jauh dari peradaban. Melalui sistem demokrasi, masyarakat marginal (termasuk yang menentang modernitas) dipaksa untuk hanyut dalam proses sentralisasi peradaban.
Rasionalitas yang dulu hanyalah salah satu cara untuk mengkspresikan tindakan, kini berubah dan memperoleh legalitas sebagai alat atau sarana tunggal untuk menuju kehidupan modern yang dikonotasikan sebagai 'surga' dunia.
Rasionalitas yang dulu hanyalah salah satu cara untuk mengkspresikan tindakan, kini berubah dan memperoleh legalitas sebagai alat atau sarana tunggal untuk menuju kehidupan modern yang dikonotasikan sebagai 'surga' dunia.
"Kenyataannya, rasionalitas saat ini diinternalisasikan hampir ke setiap institusi sosial yang ada."
Moralitas manusia harus ditepikan demi mewujudkan sistem yang memperkaya segelintir orang. Tindakan manusia tidak lagi berorientasi pada nilai, melainkan berorientasi pada produktivitas. Tolong-menolong tidak lagi merupakan kewajiban moral, melainkan sebagai ajang sosial branding yang justru memperalat moral yang tersisa di masyarakat.
Hampir semua tindakan manusia terposisikan secara transaksional. Padahal, jantung pesona dunia ada pada tindakan manusia yang kental akan nilai-nilai luhur, yang memperkenalkan manusia tentang yang baik dan buruk, yang benar dan salah. Lunturnya nilai-nilai luhur tersebut menjadikan tindakan yang dilakukan manusia terasa hampa.
"Akhirnya, kebanyakan manusia saat ini hanyalah mesin yang bertindak secara rasional yang memahami dunia dengan kesadaran homogen. Kesadaran manusia dalam memahami dunia kini terpenjara dalam ambisi bengis kapitalis."
0 komentar: