Manusia menyadari bahwa ia tidak sepenuhnya bebas dalam mengkehendaki apa yang ia rasa. Apabila rasa itu terbalas sesuai dengan harapannya, maka ia diagung-agungkan sebagai sesuatu yang tulus dari sang pemilik rasa. Jika tidak terbalas, rasa itu dikutuk dengan rasa sakit, penderitaan, dan bahkan dikucilkan oleh pemilik rasa itu sendiri. Setidaknya, dua sisi pengalaman itu pernah menghampiri kita di kehidupan ini.
Image by Ben Kerckx from Pixabay |
Reaksi atas dua pengalaman yang berlainan sisi tersebut mengungkap sebagian esensi rasa. Sedikitnya, penulis mendapati 2 poin utama.
Pertama, rasa itu berjarak dengan pemiliknya. Berjarak bukan berarti ia berasal dari luar, melainkan ia tetap berasal dari dalam diri manusia tetapi di luar jangkauan kehendak pemilik. Ia dimiliki namun sulit dikendalikan oleh sang pemilik. Ia hadir tapi seringkali tidak dikehendaki pemilik. Oleh karena itu, manusia seringkali dibuat bingung dengan perasaan yang dimilikinya. Tidak jarang, perasaan justru menghendaki kita untuk mencintai seseorang yang hampir tidak mungkin bisa kita miliki.
Pertama, rasa itu berjarak dengan pemiliknya. Berjarak bukan berarti ia berasal dari luar, melainkan ia tetap berasal dari dalam diri manusia tetapi di luar jangkauan kehendak pemilik. Ia dimiliki namun sulit dikendalikan oleh sang pemilik. Ia hadir tapi seringkali tidak dikehendaki pemilik. Oleh karena itu, manusia seringkali dibuat bingung dengan perasaan yang dimilikinya. Tidak jarang, perasaan justru menghendaki kita untuk mencintai seseorang yang hampir tidak mungkin bisa kita miliki.
Kedua, jika mengacu pada dua sisi pengalaman yang bertolak belakang tersebut, maka rasa yang tulus tidak kita temukan. Jika kita jujur pada diri kita sendiri, maka kita akan sadar bahwa kita tidak pernah menentukan kepada siapa rasa ini berlabuh dan sebesar apa rasa yang kita inginkan untuk dimiliki. Ketulusan merupakan klaim yang penuh dengan omong kosong. Kenyataannya, kita selalu dihantui oleh ketidakberdayaan kita dalam mengelola rasa.
"Ketulusan rasa pada akhirnya harus berakhir pada fakta ketidakberdayaan pemilik rasa."
0 komentar: