Apabila pendekatan individualis berfokus terhadap individu, interaksionis, lebih berfokus pada konteks sosial di mana individu berinteraksi di dalamnya. Pendekatan ini menempatkan perhatian yang lebih besar pada kekuatan-kekuatan yang beroperasi di luar individu.
Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay |
Kategorisasi sosial merupakan hal yang penting dalam pendekatan interaksionis. Dalam pendekatan ini gender dioperasikan melalui pengkategorisasian tersebut. Kategorisasi sosial itu sendiri memiliki arti sebagai proses
di mana individu mengklasifikasikan orang lain dan diri mereka sendiri sebagai anggota kelompok tertentu. Jenis kelamin merupakan kategori sosial yang penting di masyarakat, namun, jenis kelamin bukan lah satu-satunya kategori sosial. Kategori sosial lain yang tak kalah penting ialah usia, ras, etnis, kompetensi, dsb.
Kategorisasi sosial berperan penting dalam menentukan persepsi individu dalam memandang jenis kelamin. Persepsi terhadap jenis kelamin umumnya tidak sama dan cenderung memproduksi perbedaan yang melahirkan ketidaksetaraan. Pendekatan interaksionis menawarkan tiga teori dalam memahami kerja pengkategorisasian sosial, yaitu; (1) Doing Gender; (2) Teori Karakteristik Status; dan (3) Teori Homofili.
Doing Gender (Etnometodologi)
Para ahli teori ini tidak setuju dengan mereka yang melihat gender sebagai seperangkat sifat kepribadian yang stabil. Dalam perspektif ini, kepercayaan bahwa dunia dibagi menjadi dua (oposisi biner), yaitu kategori yang saling eksklusif - dipahami sebagai sebuah "prestasi" — produk pencapaian manusia. Teori ini memahami kerja kategorisasi
jenis kelamin sebagai aspek kebiasaan, hampir terjadi secara otomatis, dan jarang dipertanyakan
dalam interaksi sosial.
Menurut teori ini, kategorisasi
jenis kelamin lebih merupakan konstruksi sosial
daripada realitas biologis atau fisik. Tidak
hanya gender, ras dan kelas sosial juga merupakan produk dari interaksi sosial. Memahami
bagaimana interaksi sosial menghasilkan dunia
yang dibedakan berdasarkan gender adalah tujuan
utama dari Teori ini. Teori ini cenderung menunjukkan bagaimana gender (dan bentuk-bentuk perbedaan lainnya) diproduksi
dan dipertahankan dalam perjumpaan sosial
tertentu.
Teori karakteristik status: Ekspektasi Gender
Untuk menjelaskan mengapa dan bagaimana mengelompokkan orang lain berdasarkan jenis kelamin kemudian menghasilkan ekspektasi dan stereotip gender, para ahli teori ini memperkenalkan gagasan tentang karakteristik status. Menurut Ridgeway dalam (Wharton, 2005) karakteristik status adalah…
“an attribute on which individuals vary that is associated in a society with widely held beliefs according greater esteem and worthiness to some states of the attribute (e.g., being male) than others (being female)”.
Sederhananya, karakteristik status adalah atribut individu yang tinggi-rendah penilaiannya terasosiasikan pada keyakinan masyarakat luas. Begitu suatu kategori karakteristik seperti seks memiliki nilai status, ia mulai membentuk harapan dan membentuk dasar untuk stereotip.
Gender bukan satu-satunya cara di mana orang secara berbeda menetapkan kekuasaan pada status. Misalnya, usia juga merupakan karakteristik status; orang dewasa pada umumnya dianggap lebih memiliki status dan kekuasaan daripada anak-anak. Gender dengan demikian tidak unik atau berbeda sebagai karakteristik status.
Nilai pada karakteristik status dapat berbeda dan bahkan dapat tidak aktif pada kondisi tertentu. Menurut (Wharton, 2005) Gender menjadi aktif ketika ada dua kondisi:
1) Ketika yang berinteraksi adalah anggota dari kategori jenis kelamin yang berbeda.
2) Ketika gender itu relevan dengan tugas atau tujuan interaksi.
Teori karakteristik status dikembangkan untuk menjelaskan interaksi berorientasi tujuan, seperti terjadi di tempat kerja, ruang kelas, atau dalam kelompok yang berorientasi pada tujuan kolektif. Dalam kondisi seperti ini, ekspektasi yang penting adalah berkaitan dengan kinerja.
Orang-orang membentuk ekspektasi mereka tentang kompetensi orang lain dengan menimbang setiap karakteristik status dalam kaitannya dengan tugas yang dihadapi. Ekspektasi kinerja ini cenderung merugikan mereka yang memiliki nilai status lebih rendah (dalam hal gender, perempuan). Wanita dianggap kurang kompeten daripada pria dan kontribusi mereka dianggap kurang bernilai. (Wharton, 2005)
Teori Homofili
Menurut teori ini, kesamaan cenderung menjadi sumber daya tarik interpersonal yang jauh lebih kuat daripada perbedaan. Banyak
penelitian menunjukkan bahwa ikatan sosial dari semua jenis cenderung
diorganisir sesuai dengan prinsip homofili: Hubungan sosial cenderung terjadi antara
orang-orang yang serupa pada dimensi sosiodemografi yang menonjol (Popielarz
1999).
Homophily,
kemudian, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan preferensi orang
untuk kesamaan, preferensi yang diekspresikan dalam hubungan interpersonal
mereka. Karakteristik
yang diturunkan, seperti jenis kelamin, ras, dan usia, adalah jenis proksi yang
paling sering digunakan untuk menyimpulkan kesamaan (atau ketidaksamaan) dengan
yang lain.
Menurut Kanter, proporsi
relatif dari "tipe sosial" yang berbeda dalam suatu kelompok
membentuk hubungan sosial antar anggota. Kanter
(1977: 208) secara khusus tertarik pada apa yang disebutnya, "kelompok
miring." Dalam
grup ini, satu jenis sosial dominan secara jumlah dan yang lainnya adalah
minoritas dengan jumlah yang sangat kecil (mis., 15 persen atau kurang). Anggota
dengan jumlah minoritas dalam grup miring disebut token.
Kanter berpendapat bahwa hubungan antara token dan dominan dalam kelompok miring dibentuk oleh tiga kecenderungan persepsi: visibilitas, kontras, dan asimilasi. Visibilitas token menghasilkan persepsi keanggotaan kategori sosial, bukan karakteristik individu token. Misalnya, jika token adalah perempuan, maka ia dipersepsikan membawa kategori sosial perempuan yang cenderung bias gender.
Kontras menghasilkan persepsi bahwa token adalah kelompok marginal yang tidak terintegrasi pada kelompok dominan. Kehadiran token dianggap mengancam dominasi dominan. Perbedaan yang dihadirkan Token dapat disalahpahami oleh kelompok dominan, atau bahkan ditentang oleh kelompok dominan. Pada tahap yang paling ekstrim, ketidaknyamanan dominan dapat diekspresikan sebagai permusuhan terhadap token dan menghasilkan upaya untuk mengisolasi atau mengeluarkan token dari kelompok tersebut.
Asimilasi menghasilkan persepsi bahwa token merupakan representasi dari kategori sosial tertentu. Karakteristik individu token diartikulasikan melalui kategori sosial yang melekat pada token. Dengan begitu, token, dalam mengekspresikan karakteristik individunya menjadi terbatas oleh pengartikulasian kelompok dominan.
Kesimpulan
Tiga
perspektif interaksionis sepakat bahwa kategorisasi sosial - khususnya
kategorisasi jenis kelamin - adalah proses sosial yang penting. Ketiga
pendekatan ini menekankan cara gender muncul dan direproduksi dalam interaksi
sosial. Sementara
individualis melihat gender sebagai properti orang yang relatif stabil,
pendekatan interaksionis menekankan cara konteks sosial dan interaksi sosial
memengaruhi ekspresi dan signifikansi gender
Daftar Pustaka
Wharton, A. S. (2005). The Sociology of Gender: An Introduction to Theory and Research. Blackwell Publishing.
0 komentar: